Perkembangan Profesi Akuntan di Indonesia
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
• Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan.
Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
• Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.
Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada.
Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.
• Periode III [tahun 1973 – 1979]
M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik.
University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal. Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
• Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
• Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada akuntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.
Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan asing. Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
• Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
• Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan
• Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
• Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
• Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP
• Periode VI [tahun 1990 – sekarang
Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
• Tumbuhnya pasar modal
• Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non- bank.
• Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
• Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
• Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
• Makin baiknya transportasi dan komunikasi
• Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
• Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap
perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
1. Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2. Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3. Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.
Tantangan dan Peluang yang dihadapi profesi akuntan saat ini
Akuntan publik sebagai salah satu jenis profesi yang mampu memberikan peluang dalam dunia kerja. Karena akuntan publik salah satu profesi yang diberi kewenangan untuk memberikan jasa audit. Banyaknya perseroan terbatas mewajibkan bahwa perseroan dengan aset diatas 50 milyar wajib dilakukan audit. Sehingga hal ini dapat menguatkan jika profesi akuntan publik sangat diperlukan mengingat jumlah perseroan terbatas di Indonesia relatif banyak. Pemerintahan dalam melengkapi kualitas kinerjanya juga melimpahkan audit keuangan negara kepada akuntan publik baik langsung atau atas nama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sektor perpajakan juga menjadi peluang akuntan publik dan sektor perbankan sudah mewajibkan audit bagi nasabahnya yang memperoleh fasilitas kredit. Hal ini sebagai pelengkap persyaratan kredit dan bank pemberi kredit pun mengetahui kinerja perusahaan. Tantangan profesi akuntan publik juga sepadan dengan peluang yang ada. Bahwa sekarang kebutuhan audit sangat luas sedangkan jumlah akuntan publik serta akuntan publik yang berusia di atas 50 tahun telah mencapai 67%. Profesi akuntan publik tampaknya sudah tidak menarik lagi. Hal ini ditandai dengan akuntan publik yang beralih profesi dan tidak menjadi pilihan utama mahasiswa akuntansi untuk berkarir. Kesiapan Akuntan Publik Indonesia menghadapi terbukanya pasar internasional antara lain kendala penguasaan bahasa asing.
Perkembangan Akuntan Publik Indonesia bisa dikatakan tergolong lebih sedikit dibandingkan Negara ASEAN lainnya. Struktur usia akuntan publik di Indonesia yang 39% berusia di atas 60 tahun atau keseluruhan ada 67% di atas 50 tahun. Sedangkan tidak semua lulusan USAP (Indonesian CPA) menjadi akuntan publik (hanya 26% menjadi akuntan publik). Selain itu pertumbuhan akuntan publik di Indonesia sangat lambat. Akibatnya, kira-kira 5-10 tahun ke depan ketika akuntan publik yang berusia 60 tahunan mundur atau sudah tidak praktik akan terjadi penurunan jumlah akuntan publik yang signifikan. Karena seperti yang diketahui cakupan kerja kantor akuntan publik sangat luas mulai dari perusahaan manufaktur, jasa hingga perusahaan dagang. Setelah dirasa mereka cukup menimba ilmu di kantor akuntan publik, mereka akan melamar pekerjaan di tempat lain yang menawarkan kompensasi maupun jenjang karir yang lebih menjanjikan ketimbang sekedar menjadi akuntan publik di kantor akuntan publik. Alasan inilah yang terkadang memicu auditor untuk keluar dan mencari peluang kerja yang lebih bagus. Auditor dalam kenyataannya mengaudit tidak hanya satu perusahaan saja, biasanya dua atau lebih perusahaan dalam sekali tempo. Selain itu gaya kepemimpinan pemilik juga menentukan keinginan auditor bertahan di kantor akuntan publik. Lingkungan kerja yang terbuka, teman sekantor yang membantu dalam hal pekerjaan serta segala sesuatu yang mendukung dalam pekerjaan akan memberikan respon yang positif dalam bekerja. Loyalitas auditor terhadap kantor akuntan publik merupakan sesuatu yang penting untuk dipertahankan. Tahun depan merupakan tahun yang cukup penting dalam dunia bisnis. Pasalnya, pada 2011 dimulai proses adopsi dan konvergensi standar akuntansi keuangan dari FASB oriented yang notabene American Business Environment ke IFRS. Standar ini lebih dahulu diadopsi di Benua Eropa. Konvergensi IFRS merupakan strategi menempatkan Indonesia dalam pusaran pasar uang dan pasar modal global. Selain itu, konvergensi ini juga bagian dari proses pembangunan ekonomi berbasis transparansi dan akuntablitas. “Adopsi dan konvergensi IFRS seiring dengan tuntutan terhadap profesi akuntan, yang professional dan setara dengan profesi akuntan internasional”. Faktor kepemimpinan juga harus dikembangkan oleh seorang akuntan baik akuntan manajemen ataupun auditor. Apalagi saat ini beberapa kasus seperti pencucian uang cukup menjadi perhatian publik. “Kasus pencucian uang seperti yang sering terjadi selayaknya nanti menjadi perhatian para akuntan ini. Sehingga tuntutan profesi seorang akuntan ini ke depan semakin berat.
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
• Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan.
Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
• Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.
Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada.
Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.
• Periode III [tahun 1973 – 1979]
M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik.
University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal. Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
• Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
• Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada akuntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.
Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan asing. Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
• Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
• Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan
• Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
• Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
• Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP
• Periode VI [tahun 1990 – sekarang
Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
• Tumbuhnya pasar modal
• Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non- bank.
• Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
• Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
• Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
• Makin baiknya transportasi dan komunikasi
• Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
• Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap
perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
1. Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2. Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3. Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.
Tantangan dan Peluang yang dihadapi profesi akuntan saat ini
Akuntan publik sebagai salah satu jenis profesi yang mampu memberikan peluang dalam dunia kerja. Karena akuntan publik salah satu profesi yang diberi kewenangan untuk memberikan jasa audit. Banyaknya perseroan terbatas mewajibkan bahwa perseroan dengan aset diatas 50 milyar wajib dilakukan audit. Sehingga hal ini dapat menguatkan jika profesi akuntan publik sangat diperlukan mengingat jumlah perseroan terbatas di Indonesia relatif banyak. Pemerintahan dalam melengkapi kualitas kinerjanya juga melimpahkan audit keuangan negara kepada akuntan publik baik langsung atau atas nama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sektor perpajakan juga menjadi peluang akuntan publik dan sektor perbankan sudah mewajibkan audit bagi nasabahnya yang memperoleh fasilitas kredit. Hal ini sebagai pelengkap persyaratan kredit dan bank pemberi kredit pun mengetahui kinerja perusahaan. Tantangan profesi akuntan publik juga sepadan dengan peluang yang ada. Bahwa sekarang kebutuhan audit sangat luas sedangkan jumlah akuntan publik serta akuntan publik yang berusia di atas 50 tahun telah mencapai 67%. Profesi akuntan publik tampaknya sudah tidak menarik lagi. Hal ini ditandai dengan akuntan publik yang beralih profesi dan tidak menjadi pilihan utama mahasiswa akuntansi untuk berkarir. Kesiapan Akuntan Publik Indonesia menghadapi terbukanya pasar internasional antara lain kendala penguasaan bahasa asing.
Perkembangan Akuntan Publik Indonesia bisa dikatakan tergolong lebih sedikit dibandingkan Negara ASEAN lainnya. Struktur usia akuntan publik di Indonesia yang 39% berusia di atas 60 tahun atau keseluruhan ada 67% di atas 50 tahun. Sedangkan tidak semua lulusan USAP (Indonesian CPA) menjadi akuntan publik (hanya 26% menjadi akuntan publik). Selain itu pertumbuhan akuntan publik di Indonesia sangat lambat. Akibatnya, kira-kira 5-10 tahun ke depan ketika akuntan publik yang berusia 60 tahunan mundur atau sudah tidak praktik akan terjadi penurunan jumlah akuntan publik yang signifikan. Karena seperti yang diketahui cakupan kerja kantor akuntan publik sangat luas mulai dari perusahaan manufaktur, jasa hingga perusahaan dagang. Setelah dirasa mereka cukup menimba ilmu di kantor akuntan publik, mereka akan melamar pekerjaan di tempat lain yang menawarkan kompensasi maupun jenjang karir yang lebih menjanjikan ketimbang sekedar menjadi akuntan publik di kantor akuntan publik. Alasan inilah yang terkadang memicu auditor untuk keluar dan mencari peluang kerja yang lebih bagus. Auditor dalam kenyataannya mengaudit tidak hanya satu perusahaan saja, biasanya dua atau lebih perusahaan dalam sekali tempo. Selain itu gaya kepemimpinan pemilik juga menentukan keinginan auditor bertahan di kantor akuntan publik. Lingkungan kerja yang terbuka, teman sekantor yang membantu dalam hal pekerjaan serta segala sesuatu yang mendukung dalam pekerjaan akan memberikan respon yang positif dalam bekerja. Loyalitas auditor terhadap kantor akuntan publik merupakan sesuatu yang penting untuk dipertahankan. Tahun depan merupakan tahun yang cukup penting dalam dunia bisnis. Pasalnya, pada 2011 dimulai proses adopsi dan konvergensi standar akuntansi keuangan dari FASB oriented yang notabene American Business Environment ke IFRS. Standar ini lebih dahulu diadopsi di Benua Eropa. Konvergensi IFRS merupakan strategi menempatkan Indonesia dalam pusaran pasar uang dan pasar modal global. Selain itu, konvergensi ini juga bagian dari proses pembangunan ekonomi berbasis transparansi dan akuntablitas. “Adopsi dan konvergensi IFRS seiring dengan tuntutan terhadap profesi akuntan, yang professional dan setara dengan profesi akuntan internasional”. Faktor kepemimpinan juga harus dikembangkan oleh seorang akuntan baik akuntan manajemen ataupun auditor. Apalagi saat ini beberapa kasus seperti pencucian uang cukup menjadi perhatian publik. “Kasus pencucian uang seperti yang sering terjadi selayaknya nanti menjadi perhatian para akuntan ini. Sehingga tuntutan profesi seorang akuntan ini ke depan semakin berat.